Selasa, 04 November 2008

Lampu Lalu Lintas atau Sekedar Lampu Hias?

Saya terkadang heran dengan fungsi dari lampu lalu lintas. Dengan biaya pengadaan yang cukup menguras kas Pemerintah Daerah, lampu-lampu yang terpasang di hampir semua perempatan besar kota Medan ini seolah hanya sebagai hiasan belaka. Coba saja perhatikan persimpangan- persimpangan yang tidak dijaga oleh aparat yang berkepentingan maupun polisi. Pasti selalu ada yang menerobos tanpa memikirkan dampaknya bagi orang lain.

Contohnya saja, di persilangan jalan AR. Hakim dengan jalan Wahidin. Oleh teman saya, persimpangan ini disebut persimpangan "preman". Alasannya, siapa yang bagian depan kendaraannya bisa duluan mendahului, maka dialah yang boleh duluan lewat. Tidak jarang, pengendara sepeda motor yang melintas juga tanpa alat pengaman kepala alias helm. Akibatnya, seperti judul diatas, lampu lalu lintas ibarat hiasan belaka. Meski ada petugas dari Dinas Perhubungan (Dishub) atau Lalu Lintas dan Jalan Raya (DLLAJR) yang mengatur, bukan berarti pengguna jalan persimpangan tersebut langsung patuh.

Padahal saya yakin, semua orang yang pernah mengenyam pendidikan, minimal sampai di bangku Sekolah Dasar (SD), pastilah pernah diajarkan fungsi dari lampu lalu lintas. Bahkan di buku pegangan SD yang kurikulumnya berstandar nasional saat ini, informasi tentang fungsi lampu lalu lintas telah dimuat di kelas 1 (satu) SD, bahkan lengkap dengan gambar!

Lalu, apa yang salah? Apakah memang fungsi lampu lalu lintas sudah berubah sekarang ini? Setahu saya, fungsi atau arti lampu lalu lintas itu sama semuanya, bukan hanya yang ada di kota Medan saja, namun di kota-kota lain di Indonesia juga seharusnya sama. Bahkan di hampir semua negara di dunia juga sama. Bedanya, tidak semua negara menggunakan lampu berwarna kuning.

Selain hal diatas, ada satu hal lagi yang mungkin luput dari pertimbangan dinas tata kota yang mengatur lampu lalu lintas. Jika diperhatikan, meski tidak di semua lampu lalu lintas di setiap persimpangan ada, terdapat count down timer yang berfungsi untuk memberitahu pengguna jalan, baik pejalan kaki yang hendak menyeberang maupun pengendara sepeda motor dan mobil tentang sisa waktu yang dimiliki, baik untuk melintasi persimpangan, maupun untuk menunggu giliran melintas. Seharusnya, karena sudah memiliki timer, lampu berwarna kuning seharusnya tidak diperlukan lagi. Selama ini, fungsi lampu kuning adalah sebagai warning bagi pengendara yang hendak melewati sebuah persimpangan untuk berhati-hati atau mengurangi kecepatannya dan bersiap-siap untuk berhenti. Namun karena sudah ada timer, seharusnya lampu berwarna kuning tidak diperlukan lagi, dan dapat menghemat cost instalasi lampu lalu lintas. Sistem ini juga sebenarnya sudah diterapkan oleh beberapa negara lain, terutama negara-negara maju.

Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kemajuan suatu negara juga bisa dicermati dari kesadaran berlalu lintas masyarakatnya. Benar atau salah, mari kita tanyakan ke diri kita masing-masing : “Sudahkah saya mematuhi lampu lalu lintas?”

Mari berdisiplin di jalan raya….

oleh : Alex Prawira Maslo

foto : pengguna jalan raya yang mencoba menerobos lampu merah di persimpangan jalan Sisingamangaraja dan jalan Rahmadsyah.

Tidak ada komentar: